Sehelai Daun Jatuh ke Bumi



Sehelai Daun Jatuh ke Bumi


20 Januari 2014“Near Earth Object Centre mengumumkan bahwa para astronom Amerika Serikat telah mengingatkan adanya kemungkinan sebuah asteroid yang akan menabrak bumi pada tahun 2014. Badan di Inggris yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi asteroid-asteroid yang membahayakan bumi tersebut juga menjelaskan tanggal pasti peristiwa tersebut. Asteroid tersebut mendekati bumi sangat cepat dan kemungkinan akan menabrak bumi pada tanggal 21 Maret 2014...”*)

Kiamat! Tiba-tiba saja kata itu menjadi beban pikirannya. Suara reporter BBC yang beberapa hari lalu ia dengar selalu terngiang.

“Kiamat baru terjadi pada akhir Millenium III, Matt!” Jason, sahabat karibnya, berkata menahan geli.

“Ini benar-benar akan terjadi, Jason! Ini hasil pengamatan para astronom, bukan peramal-peramal nasib yang selama ini sering kita jumpai!” Matt bersikeras.

“Ah, kau Matt! Kalau mau kiamat mengapa mesti menunggu 21 Maret? Mengapa tidak sekarang saja?” tantang Jason sambil tertawa.

Matt tidak menanggapinya lagi. Jason, seperti biasanya, terlalu menganggap remeh sesuatu. Perdebatan itu tidak perlu diperpanjang. Namun, Matt tetap meyakini bahwa kiamat benar-benar akan terjadi pada tanggal itu. Alam sudah sangat tidak bersahabat. Bukankah itu bukti otentik yang semua penduduk bumi di penjuru manapun mengetahuinya?

“Sudahlah, Matt! Lupakan segala tentang kiamatmu itu! Di sini kita mau bersenang-senang, kan? Lagi pula kalau memang benar-benar akan terjadi tahun ini, masih ada beberapa bulan lagi, kan?” Jason terkekeh. Mungkin ia sudah mulai mabuk.

Matt mengamati sahabatnya itu. Ia menolak botol yang disodorkan padanya. Jason memicingkan matanya.

“Hei! Mengapa hanya diam? Aku tidak lagi menyalahkan pendapatmu itu, kan?” tanyanya heran.

“Dua bulan bukan waktu yang cukup untuk menghapus dosa-dosa yang kupupuk selama puluhan tahun, Jason!” Matt mendesis. Jason terkejut mendengarnya.

“Lalu, apa yang akan kau lakukan? Menebusnya?”

“Ya!” tegas Matt yakin.

“Kau yakin kalau kau mampu menebusnya?” pancing Jason.

“Paling tidak aku harus mengurangi dosa-dosaku!”

“Baiklah! Kita pulang saja sekarang!” Jason bangkit dengan berat. Ia merasa, sahabatnya itu sedang ‘tidak berses’.

Kedua pemuda itu pun meninggalkan meja di ruangan bar langganan mereka. Sebotol minuman keras tinggal sepertiganya. Orang-orang di sekitarnya memandangi heran. Tak biasanya! Masih terlalu sore untuk meninggalkan bar sekarang.

*

20 Februari 2014

Waktu berlalu. Namun, belum banyak yang berubah dalam kehidupan mereka. Kalaupun akhir-akhir ini mereka tak pernah keluar malam, itu semata-mata disebabkan oleh kesibukan mereka dalam bekerja.

“Ketepatan pengamatan para Astrolog Inggris maupun Amerika Serikat akan diuji sebulan lagi. Sebagian besar masyarakat mempercayai ramalan para ahli ilmu tentang matahari, bulan, bintang, dan planet-planet lainnya itu. Sejak ramalan tersebut dipublikasikan pertama kali pada hari Selasa, 2 September 2003 hingga bertahun-tahun kemudian menunjukkan bahwa probabilitas atau peluang kemungkinan terjadinya benturan antara asteroid dengan bumi semakin mendekati keniscayaan…”

Malam itu Matt belum tertidur. Ia duduk bersandar di atas kursi malasnya. Sambil sesaat mengikuti perkembangan berita di BBC London, sebuah kitab suci berada di pangkuannya dalam keadaan terbuka. Kesibukannya yang melelahkan sejak pagi hingga sore tadi membuatnya kurang bisa berkonsentrasi dalam memahami kitab yang dibacanya. Untungnya besok ia libur. Ia bisa beristirahat lebih lama setelah sepekan bergelut dengan urusan pekerjaannya.

Tak lama Jason datang. Penampilannya malam itu sangat santai. Celana jeans yang sudah lusuh birunya. Kemeja lengan panjang yang tergulung dibiarkannya tak terkancing. Wajahnya berbinar ceria.

“Kau datang tak memberitahuku?” Matt terkejut. Jason merangkulnya dari belakang.

“Kau lupa sobat! Ini adalah malam yang istimewa!” bisik Jason. Matt tersenyum. Malam yang istimewa!

“Maaf, Jason! Bagiku, sekarang sudah tidak ada lagi malam yang istimewa itu!”

“Jangan sekaku itu, Matt…” Jason menyela, tetapi Matt kembali memotongnya.

“Tidak, Jason! Aku sudah tegaskan padamu. Aku sudah tidak bisa lagi seperti itu. Tidak boleh!”

“Mengapa, Matt?”

“Keyakinanku tetap tak berubah: Kiamat tidak akan lama lagi! Aku tak mau diriku menjadi konyol karena dosa-dosaku!” Matt menatapi Jason dengan tajam.

“Hanya malam ini, Matt!” bujuk Jason.

“Tidak, Jason! Kau tidak mendengarkan siaran berita malam ini? Kemungkinan terjadinya kiamat semakin besar!”

“Aku tahu, Matt! Hampir setiap pintu rumah yang kulewati juga mengikuti perkembangan berita itu. Namun, itu masih sebulan lagi kan, Matt?” sela Jason.

“Aku tidak mau lagi melakukannya, Jason!” Matt bersikukuh.

“Walaupun hanya malam ini?”

“Ya! Walaupun hanya malam ini!” ulang Matt yakin.

“Juga tidak untuk ulang tahunku?” Matt terdiam. Ia baru teringat bahwa Jason hari ini berulang tahun. Biasanya mereka merayakannya di bar langganan mereka. Hanya berdua. Sampai pagi.

“Kurasa kau sangat menghargai persahabatan kita, Matt! Untuk malam ini saja! Untukku! Untuk sahabatmu!”

“Tidak, Jason…”

“Untuk persahabatan kita?” jerat Jason. Matt lagi-lagi terdiam. Ia mulai bimbang. Persahabatnnya dengan Jason sangat berharga baginya. Belasan tahun jalinan itu telah mereka untai. Selama itu pula mereka saling berbagi. Lebih dari keluarga sendiri. Terlebih semenjak ibunya wafat menyusul kepergian ayahnya.

“Kau pun tentu tak ingin aku menjadi konyol seperti yang kau katakana tadi! Aku ingin merayakan ulang tahunku yang terakhir ini di tempat kita sering menghabiskan akhir pekan, Matt! Setelah itu aku pun akan mengikuti jejakmu. Mempersiapkan diri menyambut kiamat itu!”

“Jason…”

“Kau tentu tak akan membiarkanku sendirian, bukan?” Jason terus mencecar Matt. Ia yakin sahabatnya itu tak akan menolaknya. Dan, memang demikianlah akhirnya.

*

20 Maret 2014

Bilangan waktu yang ditunggu kini bukan hari lagi. Dini hari nanti sudah masuk hari baru, 21 Maret 2014. Kiamat, yang sebelumnya ramai diperbincangkan, akan terjadi sesaat lagi. Sebagian manusia sudah bersiap menyambutnya.

Kini di tanah lapang, di bawah sinar bulan sepotong, telah berkumpul ribuan manusia. Sebagian dari mereka dalam keadaan duduk bersimpuh. Menangis. Entah benar-benar menyesali segala dosa dan kemaksiatan yang telah mereka perbuat selama ini atau malah menyesali kedatangan kiamat yang menurut mereka begitu cepat.

Di salah satu sudut lapangan terpancang sebuah layar lebar yang menayangkan siaran detik-detik terjadinya kiamat itu. Mereka menantikan laporan terkini dari para reporter dan astrolog. Benarkah asteroid akan menabrak bumi tidak lama lagi? Atau terjadi pergeseran orbit asteroid yang cukup berarti sehingga tumbukan itu tidak terjadi?

Sebagian manusia yang lain memandangi langit yang cukup bertaburan bintang. Mungkin mencari petanda-petanda yang akan mengawali kiamat. Hanya anak-anak yang berlarian dan berkejaran dengan gembira. Orang tua mereka tidak menghiraukan. Sibuk dengan perasan mereka sendiri.

Jason berkali-kali melihat ke jam tangannya. Matt, yang semula tak hirau, akhirnya terpancing juga untuk bersuara.

“Berapa lama lagi?” tanyanya berbisik.

“Satu setengah jam lagi!” Matt menghela nafas. Bersamaan dengan beberapa orang didekatnya yang juga mendengar jawaban Jason.

Menit demi menit berlalu amat lambat. Yang bersimpuh kian menundukkan kepalanya. Yang lain tetap memandangi cakrawala. Tak ada suara lagi. Anak-anak sudah pulas tertidur. Udara malam menjelang pagi kian menusuk. Layar lebar di sudut lapangan menampilkan kesibukan beberapa astrolog dan orang-orang pers yang sebentar-sebentar melakukan laporan pandangan mata. Namun, tinggal beberapa pasang mata yang menyaksikan. Selebihnya sudah tenggelam dalam penyesalan. Tinggal sesaat lagi…

“Matt…” desis Jason lirih. Matt menoleh. Yang lain tidak menghiraukan. Jason mengarahkan telunjuknya ke layar lebar.

“Para astronom menyatakan bahwa Asteroid yang diberi nama QQ 47 2003 kini justru semakin menjauhi orbit bumi. Probabilitas terjadinya benturan yang beberapa waktu lalu sudah mencapai 1 berbanding 19 kini berubah menjadi 1 berbanding 99. Berdasarkan lintasan orbit asteroid tersebut dipastikan bahwa tabrakan tidak akan terjadi antara asteroid itu dengan bumi…”

Berita tersebut membuat mereka yang berkumpul saling berpandangan. Di layar terlihat para astronom merayakan kegembiraan dengan menari-nari sejadinya. Wajah reporter yang semula pucat terbius suasana tegang berangsur teraliri darah. Begitu pun wajah para penduduk bumi di lapangan tersebut. Ada ketidakyakinan dengan kabar tersebut. Ada kelegaan. Namun, tidak seorang pun berani bersuara. Hingga…

“Kiamat sudah lewat!” teriak seorang pemuda. Jason! Sesaat kemudian keheningan berganti dengan keriuhan. Orang-orang yang sebelumnya membatu kini telah berhamburan. Jerit kebahagiaan berbaur dengan tangis kelegaan. Mereka saling berpelukan. Lelaki dan perempuan tak ada lagi batasan.

Sepasang pemuda menjauhi sekumpulan manusia itu. Mereka melangkah sambil berangkulan. Mulanya terkekeh hingga akhirnya terbahak-bahak.

“Kita harus merayakannya, Matt!” teriak yang seorang.

“Ya! Kutraktir kau minum sampai pagi, Jason!” balas yang seorang lagi.

Binatang-binatang malam yang terjaga menjadi saksi kemunafikan mereka. Manusia-manusia pesandiwara. Alam pun diam. Hingga sehelai daun jatuh ke bumi. Menyesali.

***

(TAMAT)

*) Jaber Bolushi, Oktober 2015, Jakarta: Papyrus Publishing, Cetakan III, Januari 2008, halaman 290.


Jakarta, 23 Mei 2008

Cerpen ini pertama kali diikutsertakan pada sebuah lomba penulisan cerpen di tahun 1999 dengan judul “Milenium”. Pada Mei 2008 direvisi dan diikutsertakan pada Lomba Menulis Cerita Pendek 2008 Program Reguler yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.