Malam yang Mencekam

  

"Malam yang Mencekam"


Sebenarnya hal ini bukan kali pertama yang ia alami. Ia harus di rumah seorang diri. Ayah dan ibunya sejak sore pergi menghadiri sebuah resepsi pernikahan seorang kerabat. Mereka baru akan kembali sekitar pukul sepuluh malam nanti. Kedua orang kakaknya pun pergi sejak sore. Kakaknya yang laki-laki pergi ke rumah teman wanitanya. Adapun kakak perempuannya pergi ke rumah temannya untuk mengerjakan tugas perkuliahannya. Ia sudah berpesan akan menginap.


Untuk menghilangkan rasa sepi ia mencoba menonton televisi. Dari beberapa acara yang ditayangkan berbagai stasiun televisi, tidak ada satu pun yang menarik baginya. Stasiun yang pertama menyajikan berita tentang bisnis dan perekonomian yang tidak sesuai dengan jiwa remajanya. Beberapa stasiun lainnya menampilkan sinetron-sinetron yang sangat membosankan. Jalan cerita yang nyaris sama dengan perputaran yang tak tentu arah. Selebihnya masih saja menayangkan film Barat maupun Mandarin untuk ke sekian kalinya. Ia bahkan sudah hafal jalan ceritanya.

Ia beralih ke radio. Semakin kesal hatinya mendengarkan obrolan para penyiar radio. Ia putar koleksi CD musiknya. Agak terhibur meskipun sedikit. Tiba-tiba pandangannya tertumbuk pada sebuah novel yang tergeletak di atas koleksi kaset kakaknya yang laki-laki. Malam yang Mencekam judulnya.

Novel itu menceritakan pembunuhan yang dilakukan seorang pemuda berandal kepada seorang gadis remaja yang kebetulan sedang seorang diri di rumahnya. Kedua orang tuanya pergi menghadiri resepsi pernikahan seorang kerabat mereka. Ketika kembali sekitar pukul sepuluh malam, mereka mendapati anak gadisnya tergolek di atas sofa. Di lehernya tergambar bekas cekikan. Pakaiannya yang koyak menunjukkan apa yang menyebabkan di kedua selangkangannya mengalir darah.

Tidak sampai satu jam novel itu selesai dibacanya. Ia merasa tidak puas dengan jalan cerita novel tersebut. Menurutnya, gadis remaja itu terlalu bodoh sehingga tidak bisa membedakan suara kakak laki-lakinya yang baru pulang dari rumah teman wanitanya dengan suara berandalan yang akan memperkosa dan membunuhnya. Begitu juga dengan cara pemuda berandal itu masuk ke rumahnya. Naif sekali membukakan pintu dan membiarkannya terbuka tanpa melihat siapa yang mengetuk pintu tersebut.

“Oahem…” Ia menjadi mengantuk. Ia tetap merebahkan dirinya di atas sofa dan membiarkan novel tadi tergeletak di sampingnya. Tak ada niat untuk mengembalikannya ke tempat semula.

Sesaat kemudian ia mendengar sayup-sayup suara ketukan di pintu. Dengan langkah malas dan perasaan kesal ia menuju pintu.

“Kebiasaan! Setiap malam pacaran terus,” makinya dalam hati.

“Heh, cepat buka pintunya!” terdengar teriakan dari luar yang semakin membuatnya kesal. Ia pun langsung membuka kunci pintu dan tanpa membuka daun pintu ia sudah berbalik hendak menuju kamarnya.

Ia terus melangkah dan menduga tidak lama lagi kakaknya akan mengejeknya sebagai si tukang tidur. Namun, ia sudah siap membalas ejekan itu. Ia menunggu beberapa detik. Heran, kakaknya tidak bersuara lagi. Ia pun menoleh. Betapa terkejut dirinya memandang apa yang dilihatnya.

Daun pintu rumahnya telah terbuka. Namun, lelaki yang berada di hadapannya bukan kakaknya. Bahkan, ia tak mengenalinya sama sekali. Ia sadar dirinya dalam bahaya. Ia ingin berteriak. Tidak ada suara yang didengarnya. Ia justru merasakan tangan kekar lelaki yang tak dikenalnya itu sudah menekan erat nadi lehernya. Saking eratnya, membuat dirinya tak lagi bernafas.

THE END

diunggah kembali 30 Juli 2023

Aneka Anekdot


"Lupa! Lupa... Lupa... Lupa..."

Saya punya beberapa akun Gmail. Passwordnya beda-beda. Supaya tidak lupa, kemarin saya tulis di sebuah buku. Permasalahannya sekarang, di buku yang mana? Saya lupa...
😂
*Subhanallah...
Jakarta, 28 Juni 2021

"Buku Tabungan"

Beberapa waktu lalu ke Bank DKI untuk aktivasi Jakone.
"Bawa buku tabungannya, Pak?" tanya petugas bank dengan ramah.
"Bawa." Dengan percaya diri saya serahkan buku tabungan yang saya bawa.
"Ini buku tabungan BNI, Pak." ucapan petugas bank membuatku terkejut.
"Astaghfirullah..."
😣

"Salah Kartu"

Kemarin dari Menara Samawa naik Mini Trans. Aku membayar ongkos dengan menempelkan kartu Jak Lingko.
'Cricit... Cricit...' Error. Kartu tidak terbaca.
"Tangan jangan menempel, Pak." kata Pak Sopir. Ok, aku harus lebih berhati-hati.
'Cricit... Cricit...' Masih belum bisa.
"Tunggu agak lama. Baru tempel lagi." Sambil menunggu kuperhatikan kartu di tanganku. Waduh, ini kartu akses lift BUKAN kartu Jak Lingko!
"Maaf, Pak. Salah kartu."
😥
*Subhanallah...


"Paket Internet"

Hari ini paket internet Simpati-ku habis. Aku mengisi paket internet via Tokopedia. Sudah. Tapi kok, belum bisa online juga, ya?
Ya, Salaam... Yang aku isi nomor kartu XL-ku!
🤣
*Jadi, hikmah dari cerita di atas adalah...
Jakarta, 12 Maret 2021


"Rezeki Nomplok"
Sesampai di mulut gang sehabis membeli sarapan, tiba-tiba seperti ada yang menetes di antara leher dan pundak kiriku. Hangat. Kucolek, putih... Kutengadah ke atas. Sepasang burung gereja bercengkrama di seutas kabel. Ya, Allah... Bumi-Mu luas. Gang ini pun cukup lebar. Mengapa cairan itu harus jatuh di pundakku? Tidak di tempat lain.
Akh, inilah rezeki nomplok!
Aamiin.
Jakarta, 31 Maret 2021


"Vitamin C"

"Vitamin C-nya apa?" tanya dokter saat aku diperiksa terkait hipertensiku.
"Nutrisari" jawabku polos.
"Nutrisari itu apa?" pertanyaan sang dokter membuatku terkejut.
😨
*Jangan-jangan nggak recommended...
Jakarta, 24 Maret 2021


"Keringat Dingin"

Lampu teras mati. Dengan meminjam tangga pemilik rumah kontrakan aku mencoba menggantinya dengan yang baru. Heran, kenapa tangganya bergetar. Keringatpun mengucur deras. Saking derasnya, keringat yang keluar lebih deras saat ganti lampu dengan naik tangga aluminium daripada jalan sore setengah jam.
😅
*Kok, bisa gitu, ya...?
Jakarta, 19 Maret 2021