Senyum Sebentar

Suka baca Republika? Rubrik apa yang Anda suka? Rehat? Ya, Rehat salah satu rubrik yang saya baca terlebih dahulu. Ringkas dan menyentil. Tak jarang membuat tersenyum saat kita membacanya. Dulu hampir setiap surat kabar memiliki rubrik seperti ini. Ada yang menyebutnya Stempel, Sepak Pojok, dll. Tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Sekadar meregangkan otot wajah yang mulai menegang, saya kutipkan celetukan Rehat dari Republika.

Miranda Goeltom merasa teraniaya
Oleh dirinya sendiri kan?

Pengamat: Israel berada di atas angin

Yang jelas di atas tanah Palestina

Model kampanye Pemilu 2009 berubah drastis

Hasilnya berubah nggak?

TII: Korupsi di Indonesia menurun
Semoga tak cuma menjelang pemilu ...

KPU: Rata-rata pemilih pilih partai

Rata-rata partai lupa pemilih ...

DPR: Asing nilai RI longgar pornografi

Lempar batu sembunyi tangan tuh ...

Mendiknas: Dana BOS diusahakan naik
Bedakan BOS dengan bos, ya ...

Lesbian dan gay tolak RUU Pornografi
Belum apa-apa sudah merasa porno

Partai: Jangan ragu laporkan korupsi
Kita ragu, ini imbauan serius?

KPU: Dana asing untuk pemilu berdatangan
Jadi, ini tujuan ke luar negeri?

KPK tangani BLBI usai Lebaran

Semoga bukannya memaafkan ...

Pengamat: Proses pencalegan kental KKN
Maklum, sudah duduk, lupa berdiri .

Penjualan alat elektronik turun
Subsidi listrik turun, sih ...

Pengamat: Jangan risau tanda pilihan pemilu
Risaulah dengan kandidatnya ...

Depkeu: Rekening liar terus ditertibkan

Isinya 'ditertibkan' lebih dulu

Wapres: Harga BBM tak akan diturunkan
Wah, mau diturunkan, ya

FPDIP: Klaim kemiskinan turun tak terbukti
Merahmu pun belum terbukti ..

Presiden: Perhatikan kualitas tenaga kerja

Perhatikan dulu nasibnya

BI: Kebutuhan likuiditas bank siap dipenuhi
Bedakan bank dengan pemilik bank

KPK: Cuma lima persen pejabat lapor parsel

Artinya, ada 95 persen rekening perlu diperiksa

Pakar: Lumpur Lapindo bisa dihentikan

Kapan-kapan ...

KPK: Kita tak kenal tebang pilih
Tapi kenal pemberi perintahnya, kan?

ESDM: Harga BBM bersubsidi bisa turun

Masalahnya, mau menurunkan atau tidak?

Kejaksaan Agung akan periksa Artalyta
Siap-siap bisnis bengkel lagi, Bu Guru

SBY siapkan inovasi pertanian
Asal bukan 'inovatoy'

Presiden: Pejabat kampanye tak bisa dihindari
Tapi bisa menghindar agar tak perlu mundur

Mega: Pemimpin muda jangan hanya wacana
Yang tua mundur, jangan cuma wicara

MKJ: Dua jaksa dipecat

Biar fokus usaha perbengkelan ...

BI: Saat kampanye banyak uang palsu beredar
Janji-janji palsu juga banyak beredar

Wapres: Pengusaha jangan tergesa jadi politisi
Biar nggak ada saingan ...

DPR: Angket jangan terpaku harga BBM
Fokuslah pada harga diri ..

ICW: KPU membiarkan pencucian uang
Sambil menunggu ditawari, gitu?

FPD: Sadap telepon panitia angket BBM
Hati-hati kena bumerang ...

Menkeu: Saya tak percaya janji obligor BLBI

Sulit, percaya janji tangkap obligor

KPK sosialisasi antikorupsi di mal
Mestinya di wilayah Senayan

JK: Golkar tak jual isu kemiskinan
Sebab, kemiskinan belum berkurang

Pakar: Angket BBM agar tunjuk mafia minyak

Same people, new style

Pakar: Politik sekarang tanpa etika
Kenal pun tidak ...

DPR: Penggunaan logo DPR diatur
Supaya tak mudah terlacak ...

Golkar: Kalah bukan berarti kiamat
Masalahnya, malunya itu lho ...

Ayah, Ibu, Kembalikan Tanganku!

Kembali sebuah kisah penuh hikmah saya kutipkan. Kali ini dari buku bagus Parlindungan Marpaung yang berjudul Setengah Isi Setengah Kosong. Semoga dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua, terkhusus para orang tua dalam mendidik buah hati tercinta.

"Hukuman"

Sepasang suami isteri -seperti pasangan lain di kota-kota besar- meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur.

Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku berkarat. Ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imajinasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.

Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini!!!" ....

Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan, "Saya tidak tahu...tuan."

"Kamu di rumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?" hardik si istri lagi.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata,

"Ita yang membuat gambar itu ayahhh... cantik... kan !" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa menangis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.

Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa... Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.

Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.

Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya.

"Oleskan obat saja!" jawab bapak si anak.

Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah.

"Ita demam, Bu," jawab pembantunya ringkas.

"Kasih minum panadol saja ," jawab si ibu.

Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas.

"Sore nanti kita bawa ke klinik," kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit
karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.

"Tidak ada pilihan..." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut.

"Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu.

Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan lagi. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata istrinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan.

Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.

"Ayah... Ibu... Ita tidak akan melakukannya lagi.... Ita tak mau lagi ayah pukul. Ita tak mau jahat lagi... Ita sayang ayah... sayang ibu." katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya.

"Ayah... kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil? Ita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti?... Bagaimana Ita mau bermain nanti?... Ita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi," katanya berulang-ulang.

Parlindungan Marpaung. Setengah Isi Setengah Kosong. MQS Publishing, 2005. Hlm. 16-19.